JANGAN SAMPAI DITELAN ANGIN 

Facebooktwitterpinterestlinkedinmail

Perubahan budaya berlangsung begitu cepat saat ini. Untuk itu, kita harus mencari cara ekspresi dan mempertahankan esensi iman yang kita hayati. Esensi iman kita tidaklah berubah akan tetapi ungkapan-ungkapan dan cara ekspresinya jangan berhenti pada cara lama yang ortodoks. Kita perlu memperbaharui hal ini agar dapat mengkomunikasikan iman itu kepada sesama pada zaman ini dengan lebih baik. 
 

Kebudayaan-kebudayaan baru terus lahir, dan kita bukan lagi satu-satunya yang bisa menentukan maknanya. Malahan kita mengambil bagian dari kebudayaan-kebudayaan baru itu dengan ikut ambil bagian dalam penggunaan bahasa baru, simbol-simbol baru, pesan-pesan baru, juga paradigma baru yang menawarkan suatu kehidupan yang seringkali bisa bertentangan dengan Injil. Hal ini menantang kita untuk mengimajinasikan suatu kemungkinan inovasi baru untuk ungkapan-ungkapan iman kita agar lebih menarik dan berguna bagi masyarakat zaman ini, terutama daerah perkotaan dan metropolitan. 
 

Inilah panggilan evangelisasi yang sesungguhnya. Panggilan itu menerangi kita dalam menemukan cara-cara baru berelasi dengan Tuhan, dengan sesama, dan dengan dunia sekitar dengan membagi nilai-nilai hidup inspiratif. Evangelisasi ini haruslah menjangkau tempat-tempat di mana terbentuk cara hidup dan pemikiran baru. Kita juga membawakan sabda Yesus secara baru ke dalam hati orang-orang perkotaan yang setiap hari menghadapi pergulatan hidup yang seringkali sengit. Bagaimana tidak, kehidupan kota menciptakan kemenduaan yang permanen. Di satu sisi, ia memberikan kemungkinan yang begitu luas kepada penghuninya, dilain pihak memberikan persoalan dan tantangan yang begitu berat. 
 

Untuk itu semua, kita harus menggunakan kesederhanaan sebagai cara menyapa. Kesederhanaan adalah bahasa yang harus kita gunakan agar dapat mudah dipahami. Kalau tidak, kata-kata kita hanya akan ditelan angin. Kata-kata sulit itu harus dicairkan dalam cara dan ungkapan yang bisa mereka pahami. Harus diingat, para pengkotbah sering menggunakan kata-kata khusus yang digunakan dalam lingkup studinya. Ini bahaya yang di depan mata yang harus diatasi karena kata-kata itu tidak dipahami oleh umat awam. Kata-kata sulit itu harus dicarikan cara dan ungkapan yang bisa mereka pahami. Agar dapat menemukan caranya, maka kita juga harus menghayati dan memberi perhatian khusus pada cara hidup mereka. 
 

Selain bahasa yang sederhana, khotbah juga harus mempunyai tujuan yang jelas dengan logika yang jelas. Tidak perlu bertele-tele. Jadi, persiapkanlah dengan baik khotbah yang akan disampaikan dan pastikanlah bahwa khotbah itu mempunyai kesatuan tema, logika yang runtut, bahasa yang sederhana yang bisa dipahami umat.
 

Hal lain yang harus menjadi pegangan adalah memberikan aura positif. Khotbah janganlah dipenuhi larangan-larangan ini dan itu, akan tetapi berikanlah saran-saran jalan alternative positive. Karena khotbah yang menyebarkan aura positif selalu memberikan harapan-harapan dan energy positif bagi umat. Ini bukan pekerjaan mudah. Maka, baik kiranya, bila kita para pastor dan awam berkumpul secara periodik untuk menemukan bersama bahan-bahan dan cara-cara evangelisasi yang semakin menarik. 
 

Paus Fransiskus 

This entry was posted in Seputar Gereja. Bookmark the permalink.