Dokumen tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia & Hidup Manusia

Facebooktwitterpinterestlinkedinmail

Sobat K7, pada tanggal 4 Februari 2019 yang lalu, ada momen penting dalam kunjungan Apostolik Paus Fransiskus ke Uni Emirat Arab (UEA).
Paus Fransiskus menandatangani dokumen berharga mengenai persaudaraan insani dengan Imam Besar Al-Azhar, Dr. Ahmed At-Tayyeb di Abu Dhabi. Judul dari dokumen tersebut adalah Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together atau sering disebut Dokumen Abu Dhabi.Dokumen ini bukan hanya bermakna historik tetapi juga propetik dan revolusioner.
Selain untuk memperingati 800 thn perjumpaan St. Fransiskus dari Asisi dengan Sultan Malik al-Kamil (1219) untuk perdamaian di tengah masa perang, dokumen ini juga menjadi pendorong kuat untuk terlaksananya dialog persaudaraan antarumat beriman di zaman sekarang demi perdamaian dan kehidupan dunia yang lebih baik.
Daya terbesar dari dokumen ini adalah penekanan pada martabat manusia (human dignity) yang harus menjaga bersama-sama dengan ciptaan lain karunia kehidupan. “Lebih baik menciptakan jembatan yang menghubungkan daripada tembok yang memisahkan.” Spirit yang ingin dibawa adalah “persaudaraan insani dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah bersama.”
Kurang lebih ada 29 permasalah dunia yang diidentifikasi dalam dokumen tersebut dan ditekankan beberapa peranan penting dari keluarga dalam pembinaan moral bersama, peran pendidikan dalam menghidupkan kesadaran dan kekritisan akan nilai luhur kemanusiaan, peran agama sebagai sumber damai (tidak pernah menjadi alat untuk menghasut perang, sikap benci, permusuhan, kekerasan), dan peran semua orang untuk tidak diam dalam menghadapi permasalahan manusia.  
Paus Fransiskus dan Imam Besar mengajak para pemimpin tertinggi atau pemegang kekuasaan untuk menciptakan kultur damai. “We.. call upon ourselves, upon leaders of the world as well as the architects of international policy and world economy, to work strenuously to spread the culture of tolerance and of living together in peace; to intervene at the earliest opportunity to stop the shedding of innocent blood and bring an end to wars, conflicts, environmental decay and the moral and cultural decline that the world is presently experiencing.”
Dalam menyelesaikan permasalahan manusia tersebut, dokumen Abu Dhabi mendorong orang menggunakan budaya berdialog sebagai jalan (a culture of dialogue as a path), kerjasama timbal balik sebagai pedoman perilaku (mutual cooperation as code of conduct), dan pemahaman yang saling melengkapi sebagai metode dan standardnya (reciprocal understanding as method and standard).
Tentu bila dilihat dari sudut pandang Katolik, dokumen ini adalah kelanjutan dari apa yang sudah dimulai oleh Gereja Katolik dalam Konsili Vatican II, terutama dengan keterbukaan dari Gereja Katolik pada dunia (Aggiornamento), dan keinginan gereja untuk membangun kerjasama dalam menyelesaikan masalah bersama.
Akhirnya, dokumen ini mengajak semua orang dalam kapasitasnya untuk merefleksikan, menganalisis dan menerjemahkan dalam kebijakan, keputusan, ketetapan legislatif ataupun bahan studi, dan membumikan dalam gerakan bersama.

This entry was posted in Seputar Gereja. Bookmark the permalink.