SUKACITA KASIH

Facebooktwitterpinterestlinkedinmail

 

Selamat Natal. Kita semua masih berada dalam suasana sukacita perayaan Natal. Minggu ini kita merayakan Pesta Keluarga Kudus. Keluarga Kudus Nazareth terdiri Yesus, Maria dan Yusuf. Perayaan ini mau mensyukuri atas kehadiran Allah secara istimewa dalam keluarga. Yesus memilih lahir dan hadir dalam sebuah keluarga. Itu artinya keluarga menjadi tempat istimewa Allah berkenan hadir. Soalnya barangkali sama dengan peristiwa Natal pertama, Ia lahir di palungan karena tidak ada tempat bagiNya. Adalah tempat bagi Yesus dalam keluarga-keluarga. 

 

Bacaan minggu ini menjadi cermin bagaimana kelurga menenpatkan Tuhan dalam hidup mereka. Hal itu tampak dalam cara umat Israel menamai anak selalu terkait dengan pengalaman akan Allah. Contohnya kisah Hana. Anak itu diberinya nama Samuel, sebab katanya, “Aku telah memintanya dari Tuhan.” Demikian juga nama Yesus berarti Allah Penyelamat atau Imanuel berarti Allah beserta kita. 

 

Kisah tentang Keluarga Kudus Nazareth, hanya kita dapatkan sepotong kecil saja. Tetapi kiranya kita bisa mengkontemplasikan bagaimana Yesus diasuh pasutri saleh Yusuf dan Maria. Masa kecil Yesus digambarkan singkat: Yesus makin bertambah besar, dan bertambah pula hikmat-Nya; Ia makin besar, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia. 

 

Paus Fransikus mengajak umat beriman merefleksikan secara khusus tentang panggilan hidup berkeluarga dalam dokumen berjudul Amoris Laetitia (Sukacita kasih). Amoris Laetitia (AL) 

 

“Sukacita Kasih” adalah dokumen Seruan Apostolik paska Sinode yang berbicara tentang “Kasih dalam Keluarga”. Dokumen ini ditandatangani oleh Paus Fransiskus pada tanggal 19 Maret 2006 pada Hari Raya Santo Yusuf. Kita cicipi cuplikan menarik tentang kondisi keluarga tidak ada yang ideal / sempurna: 

 

Tidak ada keluarga jatuh dari surga dalam bentuk yang sempurna; keluarga perlu terus menerus bertumbuh dan dewasa dalam kemampuan untuk mencintai… Kita semua dipanggil untuk terus mengarah kepada sesuatu yang lebih besar dari kita dan keluarga kita, dan setiap keluarga harus terus merasakan dorongan ini. Marilah kita berjalan sebagai keluarga, marilah kita terus berjalan bersama. (…) Semoga kita tidak patah semangat karena keterbatasan kita, atau berhenti mencari kepenuhan kasih dan kesatuan dengan Allah yang menuntun kita” (AL 325). 

 

Paus juga menekankan pentingnya parenting (pola pengasuhan) anak yang benar dan tepat sehingga keluarga menjadi sekolah cinta kasih, bela rasa dan persaudaraan sejati: 

 

“Kita tidak dapat mengontrol setiap situasi yang dialami oleh anak-anak… jika orang tua terobsesi ingin tahu segalanya tetang anak mereka dan mengontrol hidup mereka, maka mereka hanya ingin menguasai ruang geraknya. Ini bukan cara mendidik. Mendidik berarti menguatkan dan membantu anak untuk menghadapi tantangan-tantangan hidup. Dan yang paling penting adalah kemampuan untuk membantu mereka dengan kasih untuk bertumbuh dalam kebebasan, kedewasaan, dan terutama disiplin dan otonomi yang sejati” (AL 260). 

 

Semoga Keluarga Kudus Nazareth Yesus, Bunda Maria dan St. Yusuf Sang Penjaga, menjadi teladan keluarga-keluarga Kristiani dalam membangun keluarga berlandaskan kasih, damai dan sukacita.

 

 

Tuhan memberkati. 

This entry was posted in Seputar Gereja. Bookmark the permalink.