Lonceng Katedral Edisi 46

Facebooktwitterpinterestlinkedinmail

Jangan jadi tua sebelum muda

 
27 Oktober 1928: Roh Gereja dan Kebangsaan
 
28 Oktober 1928 adalah tonggak bersejarah bagi bangsa Indonesia. Ikrar setia untuk ber-Tanah Air, ber-Bangsa dan ber-Bahasa yang satu; Indonesia, digemakan oleh orang muda sebagai pekik semangat untuk melawan penjajahan. Orang muda sangat sadar bahwa ketika bangsa Indonesia terpecah maka tidak akan pernah terjadi sebuah kemerdekaan. Kemerdekaan patut diperjuangkan dan diusahakan bersama agar terbentuk sebuah Bangsa yang bernama Indonesia.
 
27 Oktober 1928 (Sabtu) sehari sebelum ikrar setia kesatuan Indonesia, diadakan rapat (pertama) di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB); (Aula Katedral saat ini). Orang muda (sekitar 500 orang) dari banyak perkumpulan datang dengan kehendak suci membicarakan tentang persatuan Indonesia. Pada saat ini menurut Muhammad Yamin ada hubungan yang erat antara persatuan dengan orang muda. Ada lima faktor yang dapat memperkuat persatuan Indonesia yaitu: sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan dan kemauan. Inspirasi Moh. Yamin ini akhirnya memunculkan sebuah ikrar setia Sumpah Pemuda esok harinya.
 
Inilah karya Allah (Roh) yang hadir dalam sejarah Gereja dan Bangsa kita. Kita boleh berbangga hati bahwa Gereja Katedral (Katolik) pernah menjadi tempat pembidanan Ikrar setia Sumpah Pemuda. Tetapi tidaklah cukup berhenti pada bangga hati. Yang menjadi amat penting adalah bahwa Roh (Allah) perjuangan untuk merdeka dari penjajahan dan persatuan itulah yang harus terus kita hidupi bersama. Gereja Katedral (boleh) semakin menjadi tua (210 tahun) tetapi Roh (semangat)perjuangan kita tidak boleh menjadi uzur (pudar). Semangat perjuangan untuk merdeka (perubahan menjadi lebih baik) dan persatuan haruslah semakin lebih bergelora dan bergairah.
 
Implikasi karya Roh Allah dalam sejarah Gereja dan perjuangan bangsa kita adalah kita yang hidup di jaman now (generasi jaman ini) diajak untuk terus berani berkolaborasi dengan situasi saat ini. Bagaimana itu? Kita diajak untuk tidak jijik bila mendengar kata kemiskinan dan ketidakadilan, tidak membutakan diri terhadap situasi intoleransi, tidak mematikan hati nurani terhadap politik yang tidak adil dan kotor, dan tidak mudah terbawa arus isu-isu yang tidak benar. Kita diajak untuk mengubah diri dan situasi saat ini menjadi semakin lebih baik; bukan hanya buat gereja tetapi buat semua orang (bonum Commune). (Hanya) berpikir disekitar altar atau diri sendiri akan mempersempit karya Roh Allah yang telah terjadi dalam sejarah Gereja dan Bangsa kita.
 
Karya Allah dalam sejarah Gereja dan bangsa telah dimulai (setidaknya 27 Oktober 1928). Kita wajib terus mengusahakan karya Allah dan bangsa kita agar tetap terjadi. Oleh karena itu Gereja (kita) jangan menjadi tua sebelum muda. Semangat terus untuk mengusahakan keselamatan Allah dalam Gereja dan Bangsa dalam cara berpikir, merasa dan bertindak kita. Dengan demikian Roh Allah hadir dalam Gereja dan Bangsa kita.

 
Kristiono Puspo SJ.
Redaksi Lonceng Katedral

This entry was posted in Lonceng Katedral and tagged , , . Bookmark the permalink.